Rabu, 30 November 2011

PRAKTIK USAHA-USAHA YANG PRAKTIS DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING DISEKOLAH

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mepunyai pengetahuan dan berpikir, mausia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain dalam pekembanganya. Implikasi dari kergaman ini ialah bahwa individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri sesuai dengan keunikan ataua tiap – tiap pontensi tanpa menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman idividu, maka diperlukanlah bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat didalam lingkungannya ( Nur Ihsan, 2006 : 1)
Bimbingan dan penyuluhan di sekolah sangatlah di butuhkan, karena tidak dapat di pungkiri seiring dengan derasnya informasi dan tranformasi Global yang masuk menyebabkan terjadinya berfikir dalam masyarakat, terutama kalangan anak-anak yang berada dalam keadaan tumbuh dan berkembang sehingga para siswa sangat membutuhkan segala bentuk bimbingan dan nasehat agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah.
B.     Rumusan Masalah
  1. Menguraikan tentang penyelenggaraan kartu pribadi ?
  2. Menguraikan tentang penyelenggaraan kelompok belajar ?
  3. Menguraikan tentang bimbingan prestasi belajar dengan intelegensi ?
  4. Menguraikan tentang faktor–faktor yang harus diperhatikan dalam belajar ?
  5. Menguraikan tentang beberapa aliran psikologi yang berperan dalam konseling ?
  6. Menguraikan tentang pengertian bimbingan karier ?
7.      Metode Penulisan
Metode penulisan yang kami gunakan dalam makalah ini adalah buku dan internet yang berkaitan dengan materi “PRAKTIK USAHA-USAHA YANG PRAKTIS DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING DISEKOLAH”

PRAKTIK USAHA-USAHA YANG PRAKTIS DALAM BIMBINGAN
DAN KONSELING DISEKOLAH
A.    PENYELENGGARAAN KARTU PRIBADI
Kartu pribadi atau disebut juga “daftar pribadi” merupakan suatu daftar yang memuat suatu aspek dari keadaan anak. Dari namanya, sudah jelas bahwa daftar itu memuat segala keterangan dari anak. Sekalipun ada banyak teori tentang kepribadian, namun bukan maksud penulis untuk mengupas apa yang dimaksud dengan pribadi itu. Karena disebut kartu pribadi maka daftar ini bersifat perseorangan (individual) sehingga masing - masing anak mempunyai daftar sendiri – sendiri. Asumsinya adalah jika sekolah mempunyai 200 murid maka sekolah akan mempunyai 200 daftar pribadi pula.
-          Pentingnya Kartu Pribadi
Kartu pribadi sangat penting sehingga perlu untuk dilaksanakan. Dari kartu pribadi inilah, pembimbing daapat bertolak kesegala jurusan, baik untuk bimbingan maupun konselingnya. Dari daftar ini pula, akan memperoleh data mengenai keadaan anak. Sebelum usaha yang lain dilakukan, realisasikan kartu pribadi ini perlu dilakukan terlebih dahulu.
B.     PENYELENGGARAAN KELOMPOK BELAJAR
Penyelenggaraan kelompok belajar salah satu bentuk realisasi bimbingan dan konseling di sekolah. Disamping belajar secar individual, anak-anak pun sebaiknya juga belajar secara kelompok. Tujuan pendidikan adalah membentuk orang yang mempunyai sikap atau attitude sosial yang baik, yang mampu bekerjasama dengan lingkungannya, mampu mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Berdasarkan tujuan tersebut tujuan pendidikan dan belajar di sekolah selain memberikan kecakapan juga mempunyai tugas untuk mengembangkan sikap sosial anak.
  1. Tujuan Kelompok Belajar
Ada beberapa hal yang dapat dicapai dalam penyelenggaraan kelompok belajar. Tentu saja, tidak hanya dalam hal pelajaran.

Hal – hal yang dapat dicapai, antara lain :
1)      Membiasakan anak bargaul dengan teman – temannya, bagaimana mengemukakan pendapat dan menerima pendapat dari teman lain.
2)      Belajar secara kelompok turut pula merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran.
3)      Untuk belajar mengatasi kesulitan secara bersama-sama, terutama dalam hal pelajaran.
4)      Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung didalam masyarakat yang lebih luas.
5)      Memupuk rasa kegotongroyongan yang merupakan sifat dari bangsa Indonesia.
Konseling merupakan aktifitas yang menangani klien yang mempunyai masalah tetapi masih sadar tentang keadaan masalahnya. Dalam wawancara atau diskusi, klien masih dapat menjelaskanmasalah yang dihadapi secara jelas, masih dapat menyambung antara konselor dengan klien.
Bimbingan merupakan aktivitas dalam rangka memberikan informasi-informasi agar tidak timbul masalah (mental health education). Bimbingan lebih bersifat pencegahan atau preventif agar tidak timbul masalah. Sedangkan konseling merupakan aktivitas untuk memecahkan masalah sehingga lebih bersifat kuratif atau korektif. Bimbingan pada umumnya dilakukan secara kelompok, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar.
  1. Teori-teori dalam konseling
Teori dalam konseling merupakan guidline dalam proses konseling. Teori merupakan hal yang diperlukan untuk mengorganisasikan kejadian yang terpisah-pisah dan dihadapi dihadapi oleh konselor. Membantu perilaku dalam praktik merupakan hl yang tidak dapat melepaskan diri  dari keadaan yang jalin menjalin (inextricably interwined) dengan teori. Membantu perilaku sehingga konselor mempunyai kewajiban untuk mengembangkan teori yang sitematis dan rasional untuk pekerjaan.
Teori dalam konseling merupakan jalan yang sistematis untuk melihat proses pemberian bantuan. Perilaku konselor akan dipengaruhi oleh n atau frame of referencenya dalam memberikan konseling. Teori merupakan alat untuk mengadakan abstraksi yang dilakukan oleh konselor yang memberikan arah apabila konselor mengadakan eksplorasi mengenai keruwetan dari klien. Teori mempunyai tujuan tunggal, yaitu membuat organisasi mengenai informasi dan data yang akan berguna, lebih komunikatif, dan lebih praktis. Esensi merupakan keadaan hipotesis yang memungkinkan dapat dicek dalam didunia nyata. Ada beberapa macam pendekatan atau teori dalam masalah konseling, antara lain:
1)       Formalism
            Formalism merupakan suatu pendekatan dalam konseling, yang dalam hal ini konselor menggunakan suatu teori tertentu dari beberapa macam yang ada. Seorang formalis mempunyai kepercayaan yang begitu dalam terhadap suatu teori tertentu yang dianutnya. Mereka mampu mengoperasikan dan membatasi teori formal dalam framework-nya. Biasanya,satu teori saja tidak cukup memadai untuk menjelaskan atau memprediksi berrmacam-macam isu dan masalah dari klien yang dihadapi oleh konselor.
Suatu delima yang dihadapi oleh konselor formalis adalah semua aspek dari terlihat sama, dapat diterima (acceptable), dan dapat digunakan dengan penuh kebenaran (truthful). Misalnya, carl Rogers menjeaskan secara lengkap mengenai unsur-unsur yang sangat efektif dan tepat dalam proses konseloing,serta hasilnya. Sebagai konsekuensinya, Rogerian person-centered counseling berpendapat bahwa the all-inclusive theory tepat dalam konseling. Sebagai contoh analogi, hal tersebut dapat digambarkan seperti aneka buah-buahan. Kalau orang berpendapat bahwa buah durian yang paling enak maka orang tersebut tidak akan memakan buah kain selain buah durian, walaupun didapati banyak macam-macam buah-buahan ( Capuzzi & Gross, 1997).
2)  Syncretism
            Semula pengertian ini disebut sebagai berikut synthesis (Bischof, 1964 dalam capuzzi & Gross, 1997). Koselor akan selalu memusatkan perhatiannya pada hasil yang positif dan efektif. Konselor yang mempunyai pandangan sinkretis ini mengkombinasikan bermacam-macam konsepatau teori menjadi satu teori. Teori-teori yang saling bertebaran saling berkaitan, saling tumpang tindih(overlap), dan campur baur antara yang satu dengan yang lainnya disatukan ke dalam satu pandangan atau teori. Untuk contoh analoginya, dapat digambarkan ada beberapa macam buah (misalnya, buah apel, belimbing, pir), lalu disebut jus maka sifat masing-masing buah menjadi suatu kesatuan, yaitu jus buah.
3)   Eclectism
Eclectism atau elektrik dalam konseling merupakan seleksi yang dilakukan oleh konselor mengenai pendekatan atau teori yang memenuhi kebutuhan klien yang cocok dengan permasalahan atau situasi yang dihadapi. Konselor menyeleksi dan mengambil concrptual framework yang bersifat prinsip-prinsipteoretik, serta prosedur pelaksanaan yang telah dicoba dan yang berhasil bagi mereke.
Konselor yang mengikuti pendekatan ini mengerti, mempeoleh konsep, serta dapat melokalisasi dalam struktur dan memindahkan (remove) untuk dicoba tanpa merusak sistem. Misalnya, konsep rogers menenai empati, penghargaan yang positif, dan kesungguhan terlihat sangat penting, sertamerupakan dasar hubungan yang banyak digunakan sebagai pendekatan dalam konseling. Sebagai analogi, dapat digambarkan sebagai salad buah yang terdiri dari buah-buahan (apel, ketimun, dan bengkoang) dan disajikan dalam satunpiring yang merupakan kesatuan dari beberapa bagian( a bonding agent), serta bumbu-bumbu sebagai faktor yang mempersatukan (a unifying factor).
C.    BIMBINGAN PRESTASI BELAJAR DENGAN INTELEGENSI
Banyak orang yang mengira dan berpendapat bahwa rendahnya prestasi belajar anak di sekolah disebabkan oleh rendahnya intelegensi si anak. Pendapat yang demikian tidak seluruhnya benar. Rendahnya prestasi belajar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pemilihan cara belajar yang kurang tepat. Di dalam proses belajarpun, sering dijumpai adanya suatu plateu yang salah satu penyebabnya adalah cara atau teknik belajar yang tidak tepat. Dengan demikian, tidaklah pada tempanya memandang secara apriori bahwa prestasi belajar yang rendah disebabkan oleh rendahnya intelegensi.
D.    FAKTOR – FAKTOR YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM BELAJAR
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar, antara lain :
1.      Faktor anak/individu
Faktor anak/individu merupakan faktor yang penting. Anak jadi belajar atau tidak sangat tergantung pada anak itu sendiri. Walaupun mungkin faktor – faktor yang lain telah memenuhi persyaratan, tetapi jika individu tersebut tidak mempunyai kemauan untuk belajar maka proses belajar itu tdak terjadi. Individu terbentuk dari fisik dan psikis yang masing – masing tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan satu dengan lainnya saling memengaruhi. Fisik memengaruhi psikis, demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, baik faktor fisik maupun psikis harus diperhatikan. Dalam proses belajar, kedua faktor itu harus dijaga agar tetap dalam kondisi yang sebaik – baiknya. Ini berarti jika ada gangguan, baik dari segi fisik maupun psikis, hal tersebut akan berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.
a.       Faktor fisik
Ini berhubungan erat dengan soal kesehatan fisik. Fisik harus dalam kondisi yang baik (sehat). Bila badan sakit maka akan berpengaruh terhadap proses belajar anak. Untuk menjaga kesehatan badan, perlu ada aktivitas fisik (gerak badan) sebagai selingan belajar untuk menjaga agar badan selalu dalam kondisi yang baik. Sehubungan dengan itu, apa bila terasa ada gangguan fisik maka harus segara mendapatkan perhatian. Misalnya, apabila gigi terasa sakit maka harus diobati. Demikian pula dengan gejala dan gangguan yang lain. Untuk menjaga kondisi fisik tetap baik maka segala aktivitas yang berhubungan dengan fisik harus dilakukan dengan teratur, misalnya makan dan tidur. Orang harus menyadari bahwa kemampuan itu terbatas. Kurang bijaksana pula bila anak terus menerus belajar dan kurang tidur, akhirnya anak itu akan jatuh sakit.
b.      Fakto psikis
Dalam hal ini, individu harus mempunyai kesiapan mental (mental set) untuk menghadapi tugas. Mental set ini dapat memengaruhi beberapa hal berikut ini :
1)      Motif
Motif merupakan hal yang penting dalam manusia bertindak. Dengan motif yang kuat, individu akan berusaha untuk menghadapi tugas yang telah ditentukan. Apabila anak mempunyai motif yang cukup kuat untuk belajar maka ia akan berusaha agar dapat belajar sebaik – baiknya. Motif ini akan cukup kuat apabila individu mempunyai kesadaran akan makna dan tujuan dari apa yang akan dilakukannya. Olehkarena it, harus ditanamkan kepad anak apa kegunaan belajar. Hal ini sangat penting, lebih – lebih bagi anak – anak yang cukup besar. Besar kecilnya motif yang ada pada individu juga tergantung kepada jelas tidaknya apa yang akan dicapai lewat tindakannya itu. Motif ini sangat erat hunbungannya dengan minat.
2)      Minat
Salah satu faktor yang turut menentukan atau memengaruhi motif ialah minat. Apabila anak telah mempunyai minat maka akan mendorong anak untuk berbuat sesuai dengan minatnya. Sehubungan dengan itu, perlu ditimbulkan minat pada anak – anak.
3)      Konsentrasi dan perhatian
Agar proses belajar dapat mencapai hasil sebaik – baiknya maka diperlukan konsentrasi yang baik atas materi yang sedang dipelajari. Seluruh perhatian harus dicurahkan kepada apa yang akan dipelajari. Apabila tidak ada konsentrasi maka apa yang dipelajari itu tidak akan masuk ke igatan dengan baik. Banyak ank yang kelihatannya belajar, tetapi karena perhatiannya tidak terkonsentrasi pada apa yang dipelajari maka ia tidak tahu apa yang ia pelajari itu.
4)      Natural coriousity
Hal ini berhubungan dengan motif individu. Natural coriousity ialah keinginan untuk mengetahui secara alami. Kalau dalam diri anak sudah terselip rasa ingin tahu, ini berarti bahwa anak memiliki dorongan atau motif untuk mengetahui apa hakikat dari mata pelajaran yang dipelajarinya itu.
5)      Balance personality (pribadi yang seimbang)
Apabila individu telah memilki pribadi yang seimbag maka individu akan dapat menyesuaikan diri dengan situasi di sekitarnya dengan baik. Apabila keadaan pribadinya terganggu terutama dalam segi emosinya mak ha itu akan memengaruhi individu di dalam menghadapi persoalan, termasuk dalam belajar. Oleh karena itu, perlu ada penjagaan sebaik – baiknya, jangan sampai anak mengalami gangguan dalam pribadinya.
6)      Self confidence
Self confidence, yaitu kepercayaan kepada diri sendiri bahwa dirinya juga mempunyai kemapuan seperti teman – temannya untuk mencapai prestasi yang baik.
7)      Self dicipline
Ini merupakan disiplin terhadap diri sendiri. Self dicipline ini harus ditanamkan dan dimiliki oleh tiap – tiap individu. Walaupun mempunyai rencana belajar yang baik, namun hal itu akan tetap tinggal rencana kalau tidak ada disiplin diri.
8)      Intelegensi
Faktor ini akan turut menentukan taktik atau cara apa yang akan diambil di dalam menghadapi materi yang harus dipelajari. Belajar dengan pengertian akan jauh berbeda hasilnya dengan belajar tanpa pengertian. Pengertian ini erat hubungannya dengan intelegensi.
9)      Ingatan
Tujuan belajar ialah agara apa yang dipelajari itu tetap tinggal dalam ingatan. Agar apa yang dipelajari itu tetap tinggal dalam ingatan  maka perlu ada tindakan supaya materi itu sering ditimbulkan di atas kesadaran. Oleh karena itu, perlu adanya pengulangan dari apa yang pernah dipelajari. Makin sering apa yang dipelajari itu ditimbulkan di atas ambang kesadaran maka akan semakin baiklah materi itu tetap tinggal dalam ingatan. 
2.      Faktor lingkungan
Dalam proses belajar, faktor lingkungan juga turut memengang peran yang penting. Pengertian lingkungan di sini adalah termasuk peralatan. Oleh karena itu, hal itu harus mendapat pehatian sebaik – baiknya. Faktor lingkungan itu behubungan dengan :
a.       Tempat
Tempat belajar yang baikmerupakan tempat yang tersendiri, tenang, warna dindingnya sebaiknya jangan yang tajam atau mencolok, dan dalam ruangan jangan sampai ada hal – hal yang dapat menggangu perhatian (misalnya, gambar – gambar yang mencolok). Perlu pula diperhatiankan tentang penerangan yang cukup karena penerangan yang kurang baik akan menyebabkan kelelahan pada mata. Ventilasi udara pun perlu diperhatikan sebaik –baiknya.
b.      Alat – alat untuk belajar
Belajar tidak dapat berjalan dengan baik tanpa alat – alat belajar yang cukup. Proses belajar akan tergangu jika alat yang diperlukan tidak ada. Semakin lengkap alatnya maka akan semakin mudah untuk belajar sebaik –baiknya. Sebaliknya, bila alat tidak lengkap maka proses belajar akan terganggu sehingga hasilnya pun aka kurang baik. Tidak tersedianya alat dapat menimbulkan frustrasi bagi anak.
c.       Suasana
Hal ini behubungan erat dengan tempat. Hendaknya dapat diciptakan suasana belajar yang baik karena halitu akan memberikan motivasi yang baik dalam proses belajar dan pengaruh yang baik pula terhadap prestasi belajar anak –anak.
d.      Waktu
Pembagian waktu belajar harus diperhatikan dengan sebaik – baiknya, harus ad time table tertentu. Belajar tidak boleh seenak – enaknya, tetapi harus dilakukan secara teratur, menurut waktu – waktu yang telah direncanakan. Lamanya belajar tergantung pada banyaknya sedikitnya materi yang dipelajari. Belajar terlampau lama pun akan melelahkan dan kurang efisien. Sehubungan dengan itu, belajar harus dilakukan dengan teratur dan berencana.
e)  Pergaulan
            pergaulan anak juga akan berpengaruh terhadap belajar anak. Oleh karena itu, hendaknya dijaga agar anak bergaul dengan anak – anak yang suka belajar. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap motif anak untuk belajar.
3.      Faktor bahan yang dipelajari
Bahan yang dipelajari akan menetukan cara atau metode belajar apa yang akan ditempuah. Jadi, teknik atau metode bealajar dipengaruhi atau ditentukan pula oleh materi yang dipelajari. Belajar mata pelajaran eksaktaberbeda dengan cara belajar untuk mata pelajaran sosial. Di samping ada sifat – sifat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, terdapat pula hal – hal yang sama yang merupakan prinsip umum. Hal – hal tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.       Pada umumnya, belajar dengan cara keseluruhan lebih baik daripada belajar secara bagian – bagian. Hal ini berdasarkan atas prinsip totaliatas keseluruahan merupakan suatu kebulatan. Jika bahan terlampau panjang maka dapat mengombinasikan kedua metode itu.
b.      Sebagian waktu belajar disediakan untuk melakukan pengulangan. Pengulangan ini digunakan untuk mengecek sampai sejauh mana bahan yang dipelajari itu membekas dalam ingatan. Berdasarkan hasil penyelidikan secara eksperimental, cara demikian ini merupakan  cara efisien. Salah satu bentuk pengulangan ialah dengan membuat suatu outline.
c.       Atas apa yang dipelajari itu, hendaknya diadakan pengulangan sekerap mungkin. Makin sering diulang maka aka makin baik membekas dalam ingatan. Ini merupakan prinsip “Hukum Jost”.
d.      Dalam mengulang bahan pelajaran, hendaknya dipakai spaced repetition, yaitu mengulang dengan waktu tenggang. Eksperimen menunjukkan bahwa pada umumnya mengulang dengan spaced repetition itu lebih baik hasilnya daripada dengan  massed repetition. Pada spaced repetition, anak mempunyai energi baru setelah istirahat sebentar.
E.     BEBERAPA ALIRAN PSIKOLOGI YANG BERPERAN DALAM KONSELING
Ada beberapa aliran yang sangat berperan dalam konseling, yaitu aliran behaviorisme (termasuk cognitive-behaviorism), psikoanalisis, dan kognitif, khususnya aliran humanistic. Dalam aliran behaviorisme ada beberapa pendapat yang digunakan sebagai acuan dalam konseling. Diantaranya pendapat-pendapat tersebut, ada yang menyatan bahwa perilaku dapat dibentuk melalui conditioning. Sisamping itu, ada hukum-hukum tertentu yang dapat digunakan sebagai acuan dalam masalah belajar (Thorndike). Perilaku yang disertai adanya hadiah sebagai penguat akan cenderung diulangi dan akan mempercepat terjadinya respon atau perilaku (skinner).
Pada perkembangannya, dalam aliran behaviorisme kemudian timbul apa y\ang disebut sebagai cognitive-behaviorism yaitu gabungan behaviorisme dengan kognitif. Dalam hal ini, berkaitan dengan pembentukan perilaku dan model yang kemudian berpengaruh pula dalam pendekatan atau teknik dalam konseling (bandura dalam Capuzzi & Gross, 1997).
Aliran Psikoanalisis  yang menyatakan bahwa perilaku itu didorong oleh ketidaksadaran, menimbulkan teori pendekatan dengan psikodinamika. Dalam konseling, konselor mendorong hal-hal yang ada dalam ketidaksadaran untuk ditimbulkan dalam keadaan sadar. Semula Freud menggunakan cara hipnotis, tetapi kemudian berubah dengan asaosiasi bebas (talk-care) karena dengan hipnotis klien tidak dapat menyadari apa yang dikeluarkan atau apa yang dinyatakan.
Aliran kognitif khususnya psikologi humanistic memndang manusia sebagai makhluk yang aktif, mempunyai sifat-sifat khas yang melekat pada diri manusia, yang mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu. Kebutuhan-kebutuhan tersebut pada dasarnya menghendaki pemenuhan. Salah satu kebutuhan yang menghendaki pemenuhan adalah aktualisasi diri.
Manusia mempunyai kemampuan untuk menyatakan apa yang ada dalam dirinya. Psikologi humanistic menimbulkan teori pendekatan dalam konseling yang dikenal dengan client_centered atau person contered. Dalam teknik atau pendekatan client-centered, klien didorong untuk dapat memecahkan masalahnya sendiri. Disamping pendekatan atau teknik yang client-centered, ada pula pendekatan atau teknik yang councelor-centered. Konselor dengan cara yang aktif (misalnya instruksi apa yang harus dilaksanakan oleh klien) termasuk dalam pendekatan councelor-centered tersebut.
Langkah-langkah dalam konseling
Untuk dapat mengadakan konseling yang baik, konselor perlu mengikuti langkah-langkah atau prosedur tertentu pada umumnya, prosedur konseling terdiri dari beberapa pase, antara lain:
1.      Persiapan
Salah satu langkah dalam fase persiapan konseling adalah mengadakan hubungan interpersonal yang baik dengan klien dan kemudian mengadakan wawancara untuk menyusun diagnosis. Sebelum konselor memberikan bantuan atau terapi, konselor harus mengadakan diagnosis terlebih dahulu. Diagnosis merupakan titik pijak konselor dan memberikan arah dalam melakukan terapi atau bantuan kepada klien. Untuk menyusun diagnosis, diperlukan wawancara terlebih dahulu. Setelah mengadakan diagnosis, langkah berikutnya adalah perencanaan treatment.
a.       Mengadakan hubungan interpersonal yang baik dengan klien
Langkah ini merupakan langkah yang pertama kali dalam rangka konseling. Untuk mengadakan konseling dengan baik, langkah ini sangat perlu diperhatikan. Kalau hubungan interpersonal yang pertama kali tidak baik maka dapat diprediksi bahwa konseling tidak dapat berlangsung dengan mulus. Dalam hal ini, yang penting adalah menimbulkan saling percaya satu dengan yang lain. Klien harus percaya terhadap konselor dan konselor harus percaya tentang keadan klien.
Permulaan hubungan interpersonal biasanya melalui kontak, yaitu kontak perceptual. Orang akan melihat dan mendengar mengenai orang yang akan diajak membangun hubungan interpersonal. Dalam keadan ini, orang akan mendapatkan gambaran secara fisik misalnya sekse,tinggi badan,perkiraan umur,dan sebagainya. Setelah itu,biasanya meningkat pada interactional contact. Dalam tahapan ini,orang biasanya akan mencari informasi yang lebih lanjut. Ini berarti konselor akan mencari informasi dari klien.
b.      Mengadakan wawancara dan diagnosis
Setelah hubungan interpersonal terbentuk, lalu dilanjutkan dengan mengadakan wawancara. Wawancara dalam tahapan ini merupakan pendahulu dalam rangka mengadakan konseling dan menghimpum informasi untuk mengadakan diagnosis. Melalui wawancara,konselur ingin mendapatkan data dari klien sebanyak mungkin yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien. Dalam wawacara, diperlukan data mengenai identfikasi dari klien, umur, pekerjaan, status perkawinan, latar belakang keluarga, pendidikan,macam kegiatan,dan hal-hal lain yang sekiranya diperlukan oleh konselor. Wawancara dapat dilakukan secara bebas oleh klien, dalam arti klien menumpahkan segala apa yang ada dalam dirinya sehingga akan lebih lengkap dalam pengumpulan informasi tentang klien. Apabila diperlukan, dapat digunakan inventori atau tes. Dal;am wawancara, juga diperhatikan dalam prilaku klien selama wawancara berlangsung, interaksinya dengan konselor, keadaan emosinya, dan proses berfikirnya dalam menghadapi realita. Semua itu kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk mengadakan diagnosis. Setelah diaadakan diagnosis, kemudian dilanjudkan perencanaan treatment.
2.      Perencanaan treatment
Treatment yang akan diambil sudah tentu sesuai dengan diagnosis yang telah dibangun berdasarkan masalah yang dihadapi oleh klien. Dalam rencana treatment ini, apa yang akan digunakan dalam memberikan terapi? Mungkin tentang perubahan prilaku, mendorong berpikir dalam menghadapi realita, penerapan cara belajar yang tepat, atau lainnya. Konselor juga mengadakan prediksi atau prognosis sekiranya treatment tersebut akan membawa hasil seperti yang diterapkan. Disamping itu, juuga dirancanakan teknik atau pendekatan yang akan digunakan dan hal tersebut akan bergantung pada keadaan klien.
3.      Counseling in action
Bantuan atau terapi yang diberikan melalui wawancara konseling atau diskusi. Dalam wawancara konseling, klien dan konselor saling bertukar ide atau sikap melalui perbincangan. Tujuannya adalah menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh klien atau paling tidak beberapa perubahan dalam sikap atau pemikirannya. Ada berbagai macam pendekattan atau teknik dalam wawancara konseling yang dapat digunakan. Pada dasarnya, dalam wawancara konseling digunakan salah satu dari dua frame of reference. Salah satunya adalah client-centered atau person-centered dan yang lain counselor-centered (Capuzzi & Gross, 1997). Tinggi-rendahnya partisipasi dalam perbincangan atau diskusi antara klien dengan konselor bergantung pada apakah wawancara tersebut tergolong client-centered atau councelor-centered.
Dalam client-centered atau person-centered therapy, aktifitas pada dasarnya berpusat pada klien. Klien didorong untuk mengekspresikan sikap, perasaan, dan pikirannya. Konselor lebih bersikap pasif dan tidak menginterupsi apa yang dikemukakan oleh klien mengenai sikap, perasaan, atau pemikirannya. Konselor membantu klien untuk berbicara secara bebas. Konselor lebih memusatkan diri pada menyimpulkan apa yang telah dikemukakan oleh klien menyatakan hal-hal yang disekitarnya kurang diperlukan untuk memecahkan masalah, pada umumnya klien didorong untuk memecahkan masalah sendiri.
Pada dasarnya, aktivitas dalam councelor-centered therapy terletak pada konselor. Konselor mencoba mengadakan hubungan yang bersahabat dengan klien dalam rangka memberikan terapi kepada klien konselor sangat aktif dan sering mengekspresikan sikap dan perasaannya. Walaupun demikian, konselor juga mengevaluasi ekspresi dari klien. Dalam counselor-centered therapy, koselor biasanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan masing-masing pertanyaan harus dijawab secara singkat oleh klien. Disamping itu, konselor mengobservasi ekspresi dari klien. Konselor menyimpulkan informasi yang dikemukakan oleh klien dan biasanya konselor memberikan saran-saran untuk mengatasi masalah kliennya tersebut. Misalnya, konselor memberikan saran-saran mengenai cara belajar yang baik. Belajar yang baik adalah belajar secara teratur. Apa yang dipelajari perlu diulangi. Belajar yang baik jangan campur aduk. Setelah belajar perlu istirahat. Dalam hal ini, konselor seakan-akan memberikan resep kepada klien untuk dilaksanakan.
4.      Follow up
Pada fase ini, langkah yang diambil oleh konselor adalah untuk mengetahui efek dari terapi yang telah diberikan. Konselor mengadakan evaluasi tentang terapi yang telah diberikan, apakah hal-hal yang telah didiskusikan pada waktu proses konseling telah dilaksanakan oleh klien. Apabila telah dilaksanakan, tetapi tidak mengenai sasaran atau tidak berhasil maka langkah-langkah yang telah diambil itu kiranya perlu direvisi untuk menentukan langkah-langkah yang baru. Ketidaktepatan konseling yang lalu mungkin karena diagnosisnya yang tidak tepat sehingga perlu diadakan rediagnosis. Setelah mengadakan rediagnosis maka dilaksanakan konseling sesuai dengan rencana treatment yang baru.
F.     PENGERTIAN BIMBINGAN KARIER
Karier dalah pekerjaan, profesi (Hornby 1957). Seseorang akan bekerja dengan senang hati dan penuh kegembiran apabila apa yang dikerjakan itu memang  sesuai dengan keadaan dirinya, kemampuannya, dan minatnya. Sebaliknya, apabila seseorang bekerja tidak sesuai dengan apa yang ada dalam dirinya maka dapat dipastikan ia kan kurang bergairah dalam bekerja, kurang senang, dan kurang tekun. Agar seseorang dapat bekerja dengan baik, senang dan tekun, diperlukan adanya kesesuaian tuntutan dari pekerjaan atau jabatan itu dengan apa yang ada dalam diri individu yang bersangkutan. Untuk mengarah ke hal tersebut, diperlukan bimbingan secara baik dan hal tersebut merupakan salah satu tugas dari pembimbing untuk mengarahkannya.
Bimbingan karier merupakan salah satu aspek dari bimbingan dan konseling. Tidak tepat apabila salah satu aspek dari bimbingan dan konseling. Tidak tepat apabila menganggap bahwa bimbingan karier itu merupakan satu-satunya bimbingan yang perlu ditangani. Hal tersebut perlu ditekankan untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin timbul. Apabila dipandang bahwa bimbingan karier ini merupakan satu-satunya bimbingan yang perlu ditangani maka aspek atau jenis bimbinganyang lain akan ditinggalkan, padahal banyak maslah yang ada diluar bimbingan karier. Bimbingan karier hanyalah merupakan salah satu aspek atau bagian saja dari bimbingan keseluruhan. Pada saat ini, bimbingan karier mendapatkan tekanan untuk peleksanaanya, khususnya di sekolah-sekolah SMA dan SMP.
Tujuan Bimbingan Karier
Secara rinci tujuan bimbingan karier adalah untuk membantu para siswa agar :
1.      Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri, terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenei kemampuan, minat, bakat, sikap dan cita-citanya.
2.      Menyadari dan memahami nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan yang ada dalam masyarakat.
3.      Mengetahi berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan dan latihan yang diperlukan bagi suatu bidang tertentu, serta memahami hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa depannya.
4.      Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul, yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan untuk dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
5.      Para siswa dapat merencanakan masa depannya, serta menemukan karier dan kehidupannya yang serssi atau sesuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar